Kebijakan Etanol di BBM, Bagaimana Kelanjutannya?

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Print

Pemerintah Indonesia mulai mempercepat rencana penerapan etanol di BBM sebanyak 10 persen atau E10 sebagai bagian dari strategi transisi energi. Kebijakan ini disebut sejalan dengan

Pemerintah Indonesia mulai mempercepat rencana penerapan etanol di BBM sebanyak 10 persen atau E10 sebagai bagian dari strategi transisi energi. 

Kebijakan ini disebut sejalan dengan komitmen pemerintah dalam menekan emisi karbon sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar fosil. 

Presiden Prabowo dalam laporan telah menyetujui usulan beleid ini, sementara Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa Indonesia tidak boleh terus-menerus menjadi pasar BBM impor. 

Pertamina juga menyatakan kesiapan mendukung implementasi E10 dengan menyiapkan uji coba campuran etanol pada beberapa jenis bensin.

Baca Juga: Honda StepWGN Masuk Indonesia, MPV Hybrid Premium untuk Pasar Keluarga

Alasan Penerapan 10% Etanol di BBM

Langkah ini terdorong oleh beberapa alasan utama. Pemerintah ingin mengurangi aliran devisa untuk impor BBM sekaligus menyokong industri energi hijau dalam negeri. 

Bahan baku etanol seperti tebu, singkong, dan jagung, harapannya bisa menciptakan ekosistem ekonomi baru yang berkelanjutan di sektor pertanian dan energi. 

Selain itu, campuran etanol dalam BBM mampu menekan emisi karbon kendaraan bermotor karena hasil pembakarannya lebih bersih. 

Beberapa akademisi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menilai, E10 dapat menjadi langkah nyata menuju kemandirian energi berbasis sumber daya lokal asalkan perencanaannya matang dan tidak terburu-buru.

Namun, pelaksanaan di lapangan belum sepenuhnya siap. Kapasitas produksi etanol nasional sebenarnya cukup besar, yakni sekitar 303 ribu kiloliter per tahun pada 2024, tetapi realisasi produksinya baru mencapai 160 ribu kiloliter.

Artinya, utilisasi masih rendah dan celah antara kapasitas dan kebutuhan masih lebar. Padahal, untuk memenuhi kebutuhan nasional saat penerapan E10 sudah resmi, perkiraannya Indonesia memerlukan sekitar 890 ribu kiloliter etanol per tahun. 

Angka ini berarti kebutuhan baru tersebut hampir enam kali lipat lebih besar daripada produksi aktual saat ini.

Baca Juga: New Innova Zenix Meluncur di Indonesia, Ini Upgradenya!

Banyak Investor yang Masih Menahan Diri Membangun Pabrik

Asosiasi Produsen Spiritus dan Etanol Indonesia (Aspendo) menyebut, banyak investor masih menahan diri membangun pabrik baru karena belum ada peta jalan (roadmap) yang jelas mengenai waktu penerapan E10. 

Padahal, bila mandat ini benar-benar berlaku mulai 2028, kebutuhan etanol nasional bisa mencapai 3 juta kiloliter per tahun. 

Saat ini utilisasi industri etanol baru 53 persen, sementara kendala utama terletak pada bahan baku, terutama molases atau limbah tebu yang belum termanfaatkan secara optimal.

Produksi molases nasional mencapai 1,6 juta ton per tahun, tetapi sebagian besar masih ekspor atau untuk keperluan lain. 

Kondisi ini membuat ketersediaan bahan baku etanol di dalam negeri belum stabil. Selain itu, sistem distribusi bahan baku dari pabrik gula ke produsen etanol masih belum efisien. 

Akibatnya, potensi produksi tinggi di atas kertas tidak berbanding lurus dengan realisasi di lapangan.

Baca Juga: 5 Perbedaan Mobil SUV dan MPV, Mana yang Cocok Buat Gaya Hidup Anda?

Pemerintah Masih Meninjau Ulang Kebijakan Etanol di BBM

Melihat banyak respon masyarakat atas efek etanol pada mesin, kemudian pertimbangan teknis, kesiapan infrastruktur, serta kemampuan industri dan pertanian, menjadikan pemerintah masih meninjau ulang kebijakan ini. 

Beberapa pakar juga masih mengingatkan agar kebijakan E10 tidak menjadi beban baru bagi sektor energi yang belum siap secara finansial dan logistik.

Selain persoalan produksi, tantangan lain datang dari sisi teknologi kendaraan. Produsen mobil sempat khawatir kandungan etanol bisa memengaruhi performa mesin, terutama pada kendaraan lama. 

Namun, hasil uji Toyota menunjukkan bahwa campuran 3,5 persen etanol dalam bahan bakar tidak merusak mesin. 

Meski demikian, penerapan E10 tetap membutuhkan pengujian lebih luas dan penyesuaian standar teknis agar aman untuk seluruh jenis kendaraan.

Di sisi lain, penerapan E10 juga berpotensi menimbulkan dampak ekonomi dan sosial. Jika biaya produksi etanol lebih tinggi daripada bensin murni, maka harga jual BBM campuran bisa naik. 

Selain itu, jika lahan pertanian banyak teralihkan untuk tanaman bahan baku etanol, ketersediaan pangan bisa terganggu. 

Exit mobile version